UP251.COM ( Daqwah On The Street )
Pages
- Home
- Kisah Syaikh Abdul Qodir Jailani
- Kajian Islam Sunnah
- Kontroversi Nabi Isa, Beliau Muslim Sejati
- Meniti Jalan Salaf dengan Taat Kepada Pemerintah yang Sah
- Meluruskan Banyaknya Persepsi Keliru Tentang Wahabi
- Mengapa Terorisme Tidak Pernah Habis
- Griya Kajian Sunnah
- Kajian di Youtube
- Group Kajian Islam Ilmiah
- Kesalahan Gerakan Solat
- Alhamdulillah Dapat Musibah ?
- Back To Salam
- Dasar-Dasar Kaidah Islamiyah
- Hubungan antara Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah
- Kesyirikan Dalam Mencela Waktu
- Keutamaan Tilawah Al qur'an
- Jangan Seperti Orang Kafir
- Harta Tak Ternilai adalah Anak yang Soleh/Solehah
- Ancaman Berpaling dari Al-Qur'an
- Ancaman Berpaling dari Al Qur'an
- Tidak Mau Mepelajari Al Qur'an adalah Sifat Munafik
- Kurang Ajar Kepada Al Qur'an
- Jangan Seperti Himar / Keledai
- Memboikot Al-Quran
- Mencari Petunjuk Selain Al-Qur'an
- Sikap Berlebihan yg Salah Terhadap Al-Qur'an
- Pengikut Hawa Nafsu Ikut Ayat Mutasyabihat
- Bahaya Bicara Al-Qur'an Tanpa Ilmu
- Memperdebatkan Al-Qur'an
- Berpaling dari Al-Qur'an
- Ikutilah Keburukan dengan Kebaikan
- Keutamaan Berpuasa
- Amalan-Amalan di Bulan Ramadhan
- Ramadhan Bulan Spesial,Persiapan Maksimal
- Musibah Menggugurkan Dosa
- Akhlakul Kharimah
- Dzikir Mutlak
- Prinsip - prinsip Dalam Pekerjaan
- Keistimewaan Kitab Shahih Al-Bukhari
- Tafsir Surat An-Naml
- Tafsir Juz Amma
- Adab-Adab Penuntut Ilmu
- Metode Yang Benar Dalam Beraqidah dan Berakhlak
- 10 Masalah Penting Terkait Puasa
- MERAWAT IKHLAS WALAU TAK BERBALAS
- MENYESAL SELALU TERTINGGAL DALAM BERAMAL
- Bersabar Meniti Manhaj Salaf
- PENTINGNYA ILMU BAGI SUAMI DAN ISTRI DALAM MENGHADAPI PROBLEMA RUMAH TANGGA
- WAJIBNYA MENJAGA AMANAH
- PENTINGNYA AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR
- SUDAH LAMA TAKLIM, ILMUMU KEMANA
- HIKMAH PERANG HUNAIN
- SALAFY BERAKHLAQ MULIA
- PERAN WANITA DALAM DAKWAH
- PENYAKIT SOMBONG DAN PESIMIS
- JANGAN SIA SIAKAN BULAN RAMADHAN
- HAK ANAK YANG WAJIB DITUNAIKAN ATAS PARA AYAH DAN IBU
- Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
- RASUL RAHMATAN LIL 'ALAMIIN
- Taat Kepada Pemerintah NKRI Kunci Keamanan Negeri
- Menjaga Rumah dan Putra-Putri dari Syaithon
- Kenakalan Remaja
- KETIKA CINTA HARUS MEMILIH
- ADAB MULIA PENUNTUT ILMU
- JANGAN BERSEDIH BADAI PASTI BERLALU
- IKUTILAH KEJELEKAN DENGAN KEBAIKAN
- ADAB MULIA SANG PENUNTUT ILMU
- GODAAN SETAN DGN MEMULIAKAN ORANG SALEH SECARA BERLEBIHAN
- FENOMENA MASJID YANG BELUM SESUAI TUNTUNAN ISLAM
- ADA JALAN BAGI ORANG-ORANG YANG BERTAKWA
- GENERASI QURAN GENERASI HARAPAN
- HADITS 300-304 BAB SIFAT SHALAT( BAB QUNUT SUBUH )
- IMAN KEPADA RASUL
- HARAM MEMBERONTAK KPD PEMERINTAH YANG SAH DAN MASIH MENEGAKKAN SHOLAT
- HUKUM MENGQASHAR SHOLAT KETIKA SAFAR
- MENJAMAK DUA SHOLAT KETIKA SAFAR
- MANDI SEBELUM SHOLAT JUM'AT
- SHOLAT TAHIYATUL MASJID
- LARANGAN BERBICARA SAAT KHOTBAH JUM'AT DAN KEUTAMAAN MENDATANGI SHOLAT JUM'AT DI AWAL WAKTU
- BAB 2 SHOLAT IED
- BAB SHOLAT GHOIB
- BAB MEMANDIKAN JENAZAH HADITS KE 161
- KITAB ZAKAT
- BAB KAFARAH JIMA' SIANG HARI DI BULAN RAMADHAN HADIS KE 185
- Sikap yang Benar Terhadap Ideologi Khilafah
- PENDIDIKAN ANAK DIBAWAH NAUNGAN AL QUR'AN DAN SUNNAH
- Surga Bagi Orang Bertakwa
- TAFSIR SURAT AL-ANFAL AYAT 9-17
- Amal jariyah, Pahalanya Terus Mengalir
- Pulang Kampung Tanpa Hutang
Tuesday, 8 April 2025
Friday, 4 April 2025
Wednesday, 2 April 2025
Sunday, 30 March 2025
APAKAH ORANG TUA BOLEH MENGAMBIL THR ANAK?
Di negeri kita, ada tradisi berbagi uang lebaran kepada anak-anak di hari lebaran. Seorang anak biasanya mendapatkan uang hadiah dari orang tuanya, kakek-neneknya, para kerabat dan para tetangga. Yang menjadi masalah, apakah uang THR yang dimiliki anak-anak ini boleh digunakan oleh orang tuanya?
Haramnya Harta Seorang Muslim
Dalam Islam, harta seorang Muslim terjaga dan tidak boleh diambil tanpa hak. Hukumnya haram mengambil harta milik orang lain tanpa hak. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ
“Janganlah kalian makan harta sesama kalian secara batil” (QS. Al Baqarah: 188).
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpakan) dan harta kalian (untuk dirampas) dan kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini” (HR. Bukhari no. 1742).
Boleh mengambil harta orang lain jika melalui muamalah yang benar dan sah seperti: jual beli, hadiah, hibah, waris, wasiat, sedekah, nafkah dan akad-akad yang lainnya. Allah ta’ala juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
“Wahai orang-orang berfirman janganlah kalian makan harta sesama kalian secara batil, kecuali dengan jual-beli yang disertai keridaan dari kalian” (QS. An Nisa: 29).
Apakah harta anak adalah harta orang tua?
Jawabnya, harta anak adalah hak anak dan milik anak, bukan milik orang tua sama sekali. Sebagaimana hukum asal harta seorang Muslim.
Buktinya, jika seorang anak meninggal, maka ayah dan ibunya mendapatkan harta waris dari anaknya sebesar 1/3 atau 1/6. Ayah dan ibunya tidak mendapatkan seluruh hartanya. Allah ta’ala berfirman:
وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ
“Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam” (QS. An Nisa: 11).
Ini menunjukkan bahwa harta anak tidak otomatis menjadi harta orang tua. Sehingga uang THR anak atau uang lebaran mereka adalah milik mereka, tidak boleh diambil oleh orang tua dengan cara batil.
Anak kecil itu mahjur
Harta anak kecil yang belum baligh itu statusnya mahjur. Yaitu harta tersebut harus ditahan oleh walinya, dan tidak boleh dibiarkan untuk dibelanjakan oleh mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَتُؤْتُوا السُّفَهَآءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik” (QS. An Nisaa’: 5)
Ath Thabari dalam Tafsir-nya menjelaskan:
عن الحسن في قوله: ” ولا تؤتوا السفهاء أموالكم “، قال: لا تعطوا الصغار والنساء
“Dari Al Hasan, ketika menafsirkan [Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta mereka], beliau mengatakan: maksudnya jangan berikan harta anak-anak kecil dan wanita (yang tidak bisa mengatur harta) kepada mereka”.
Ini juga tafsiran dari As Suddi, Adh Dhahhak, Mujahid, dan lainnya.
Harta anak kecil yang belum baligh mahjur (ditahan) karena dikhawatirkan akan dihabiskan dan disia-siakan jika diberikan kepadanya. Sebab akalnya belum sempurna, dan belum tahu bagaimana membelanjakan harta dengan benar. Ibnu Balban rahimahullah dalam Al Akhshar Al Mukhtasharat mengatakan:
فصل ويحجر على الصَّغِير وَالْمَجْنُون وَالسَّفِيه لحظهم
“Pasal: wajib ditahannya harta anak kecil, orang gila, orang dungu karena ketidak-sempurnaan akal mereka”.
Batasan menahan harta mereka adalah sampai mereka baligh atau sampai mereka dianggap mampu untuk mengatur harta dengan baik. Barulah ketika itu boleh diserahkan harta mereka kepada mereka. Ibnu Balban rahimahullah dalam Al Akhshar Al Mukhtasharat mengatakan
وَمن بلغ رشيدا اَوْ مَجْنُونا ثمَّ عقل ورشد انْفَكَّ الْحجر عَنهُ
“Anak yang sudah baligh dan matang akalnya, atau orang gila yang sudah waras dan sehat akalnya, maka ketika itu dihentikan penahanan hartanya”.
Dengan demikian uang THR atau uang lebaran anak-anak yang masih kecil, semestinya disimpan oleh orang tuanya, tidak boleh diberikan kepada mereka kecuali jika mereka sudah baligh atau bisa mengatur hartanya dengan baik.
Dan firman Allah Ta’ala:
وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ
“berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu)”
Menunjukkan bolehnya menggunakan harta anak-anak untuk kepentingan anak-anak. Seperti membeli pakaian untuk mereka, membeli mainan, keperluan sekolah dan semisalnya.
Hadits “kamu dan hartamu milik ayahmu”
Apa yang kami jelaskan di atas, ada pengecualiannya. Terdapat hadits dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أن رجلًا أتَى النبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ فقال إن لي مالًا وإن والدِي يحتاجُ مالي فقال أنت ومالُك لوالدِك إن أولادَكم من أطيبِ كسبِكم كلوا من كسبِ أولادِكم
“Ada seorang yang datang kepada Rasulullah, ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan anak. Namun orang tuaku membutuhkan hartaku. Rasulullah kemudian menjawab, “Kamu dan hartamu milik ayahmu. Sesungguhnya anak-anakmu adalah sebaik-baik hasil usahamu. Makanlah dari hasil usaha anak-anakmu.” (HR. Abu Daud, no. 3530; Ahmad, 2: 214).
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Abu Daud, Syaikh Ahmad Syakir dalam Takhrij Musnad Ahmad, Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seorang lelaki adalah dari hasil usahanya. Anak itu adalah hasil usaha dari ayahnya” (HR. Abu Daud, no. 3528; An-Nasai dalam Al-Kubra, 4/4. Ibnu Hibban no.4261).
Hadits ini juga dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Abu Daud, dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad.
Hadits ini menunjukkan seorang ayah boleh mengambil harta anaknya walaupun tanpa izin. Asy Syaukani menjelaskan: “Hadits ini menunjukkan bahwa seorang ayah bersekutu dengan anaknya dalam kepemilikan harta anaknya. Sehingga sang ayah boleh memakan harta anaknya, baik diizinkan atau tidak” (Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 4/593).
Al Khathabi rahimahullah memberikan syarat bolehnya seorang ayah mengambil harta anaknya:
1. Hanya jika ada kebutuhan, bukan untuk dalam rangka menguasai harta anak.
2. Tidak membahayakan si anak, dengan mengambil harta yang dibutuhkan oleh anak.
(Ma’alimus Sunan, 3/801).
Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan: “Seorang ayah boleh mengambil harta anaknya semaunya, selama tidak membahayakan anaknya, dan tidak untuk diberikan kepada anak yang lain, dan bukan diambil ketika salah satunya menjelang wafat, berdasarkan hadits: “engkau dan hartamu adalah milik ayahmu”” (Manhajus Salikin, hal. 176).
Oleh karena itu, ayah boleh saja mengambil THR atau uang lebaran anaknya semaunya dengan memperhatikan syarat-syarat di atas. Namun ini tidak berlaku untuk ibu.
Wallahu a’lam.
***
Penulis: Yulian Purnama
Sunday, 23 March 2025
Fikih Asmaul Husna #131
Pembahasan:
Fikih Asmaul Husna #131Bersama:
Ustadz Khaidir Muhammad Sunusi
Tempat:
Masjid As-Sunnah
Jl. Baji Rupa No. 08 Makassar
Musala Akhwat
Jl. Baji Rupa, Gedung Akhwat Sekolah Islam As-Sunnah Makassar
Simak juga live streamingnya di:
- youtube.com/c/passunnahmks/live
- facebook.com/passunnahmks/videos
- t.me/passunnahmks?livestream
Friday, 21 March 2025
Tuesday, 18 March 2025
Saturday, 15 March 2025
Friday, 14 March 2025
Tuesday, 11 March 2025
Monday, 10 March 2025
AMPUNAN DOSA LEWAT SHOLAT TARAWIH
Jika seseorang melaksanakan shalat tarawih atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka ia akan mendapatkan pengampunan dosa yang telah lalu. Itulah di antara keutamaan shalat tarawih. Hal ini juga menunjukkan bahwa disebut ikhlas jika seseorang mengharap pahala dari sisi Allah ketika beramal.
Dalam hadits no. 697 dari Bulughul Marom, Ibnu Hajar Al Asqolani menyebutkan,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: – مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا, غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan (shalat tarawih) atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2009 dan Muslim no. 759).
Sumber https://rumaysho.com/3501-ampunan-dosa-lewat-shalat-tarawih.html